Opini, oleh: Rohimin
Majlis ulama indonesi biasa disebut MUI adalah badan otonom non-pemerintahan, yang menghimpun Ulama dan cendekiawan muslim Indonesia, yang didirikan pada tanggal 26 juli 1975 di Jakarta, MUI dikalangan masyarakat Indonesia sudah sangat familiar, karena dikenal dengan Fatwa Hallal dan haram-nya, sering kita melihat piagam yang di tempelkan pada suau dinding dengan bingkai yang serapi mungkin dan bercapkan halal dan haram. Di suatu rumah makan atau reistoran, ini menjadikan khalayak faham bahwa itu adalah hasil kerja MUI.
Hal demikian patut kita berikan apresiasi terhadap MUI karena secara tidak langsung mui berharap kepada umat muslim agar kiranya menjaga pola konsumsi mereka dengan baik, dan jangan sampai mereka (umat muslim) mengkonsumsi makanan yang diharamkan dalam syariat islam. Bahkan hingga kini, pun MUI masih sangat produktif mengeluarkan fatwa tersebut yang di usung oleh bidang Dewan Syariah Nasional (DSN), dan selalu mendapatkan dukungan dari beberapa masyarakat.
Sejauh ini fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh MUI mengenai halal haramnya prodak makanan memanglah tidak begitu kontrofersial, namun bagaimana dengan fatwa-fatwa lainnya yang menohok seolah MUI adalah lembaga yang mengajarkan islam konserfatif. Pada juli tahun 2005 MUI mengeluarkan sebelas fatwa yang dipandang sangat kontroversial. Dalam fatwa tersebut MUI mengharamkan pemikiran islam liberal, pluralisme, pernikahan antar agama, doa bersama yang di pimpin oleh orang non-muslim, dan perempuan yang mengimami jamaah sholat lakilaki. Fatwa tersebut berujung pada reaksi kelompok muslim radikal hingga berujung pada kecaman komunitas ahmadiyah dan tokoh-tokoh muslim liberal. Satu tahun kemudian, tepat pada tanggal 21 mei 2006, mui mengngorganisir demonstrasi besar-besaran mendukung RUU APP (rencana undang-undang anti fornografi dan pornoaksi), karena RUU tersebut oleh kalangan islamis dipandang salah satu sarana untuk melakukan islamisasi Indonesia.
Beberapa fatwa tersebut mendapatkan kecaman dan kritik dari beberapa tokoh muslim yang selama ini berpandangan moderat. Banyak yang beranggapan bahwa MUI telah menjadi bagian dari kekuatan islam konservatif yang ternyata selama ini berhasrat mengislamkan Indonesia. Menurut rahardjo, melihat fatwa MUI tersebut sebagai refleksi proses radikalisai umat islam Indonesia dalam rangka untuk menerapkan syariat islam di Indonesia. Kh. Mustofa Bisri menyatakan bahwa, fatwa kontroversial MUI mencerminkan hilangnya kepercayaan diri orang-orang MUI, dan menyatakan bahwa orang-orang yang menyerang ahmadiyah berdasarkan fatwa MUI adalah orang orang yang lebih sesat.
Fatwa MUI Mengenai Haram Golput
Dikutip dari nasional.sindonews.com, pada selasa 26 maret 2019, JAKARTA-calon wakil presiden nomor urut 01, Kh Ma’ruf Amin ikut berkomentar terkait majelis ulama Indonesia yang mengeluarkan fatwa haram golput pada pemilu 2019 mendatang. Komentar tersebut disampaikan Kh Ma’ruf dalam kampanye terbuka di Yogyakarta. Selasa 26/3/19.
Menurut Kh Ma’ruf Amin, fatwa tersebut sebenarnya sudah dikeluarkan sejak lama, tepatnya pada tahun 2014 lalu, “saya kira sudah dari dulu, saya sudah buatkan itu 2014 di padang panjang. Supaya jangan membuang suara. Fatwa itu dimunculakan lagi karena ada isu kelompok tertentu mencoba mempengaruhi (untuk tidak hadir ke TPS). Ujar Kh Ma’ruf Amin.
Lanjutbaca di nasional.sndonews.com
Dari fatwa yang diusung oleh MUI diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa MUI telah mencedrai sistem yang kita junjung selama ini, yakni sistem Demokrasi. Karena secara singkat di jelaskan bahwa Demokrasi adalah sistem dimana rakyat memilih perwakilan untuk membentuk badan perwakilan.
Demokrasi secara terminology adalah bentuk pemerintahan dimana semua warga negaranya memiliki Hak dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka.
Sisitem ini mengartikan bahwa mengizinkan warga negaranya barpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi social, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik dan setara. Sisitem ini mencakup seperangkat gagasan dan prinsip tentang kebebasan beserta praktik dan prosedurnya. Demokrasi mengandung makna penghargaan terhadap hakekat dan martabat manusia.
Dari sedikit pemaparan diatas, dapat difahami bahwa fatwa yang diusung oleh MUI mengenai haramnya golput adalah suatu bentuk intervensi yang terlalu jauh soal urusan sosial dan politik masyarakat. Seolah MUI menjadikan lembaga untuk menghegemoni massa, ruang batin dan fikiran dengan kalimat hallal dan haram, ini adalah bentuk kesewenangan dari MUI, langkah yang sangat bertolak belakang dengan sistem Negara dan sekaligus melanggar hukum, mengapa penulis mengatakan demikian, karena dalam pemilu mendatang, memilih atau tidak memilih adalah Hak yang dijamin hukum, dengan kata lain Golput juga dikenal dibanyak Negara. Abstansi atau menentukan pilihan dari yang tersedia merupakan ekspresi partisipasi dalam politik.
Dalam pasal 28 UU RI 1945 dan pasal 23 UU HAM, menjamin hak tersebut.
Dalam dokumen resmi PBB tentang Hak dan partisipasi. Termasuk Indonesia menjamin Hak atas kebebasan ber ekspresi. Dan dapat disimpulkan bahwa jika ada pihak atau lembaga yang melarang ntuk Golput, justru dapat dikatakan dialah yang AntiDemokrasi dan pelanggaran Hak atas ber ekspresi, jika ada pelarangan golput berarti ada pemaksaan memilih, dan jika ada pemaksaan untuk memilih saat pemilu, dapat diartikan ini adalah pelanggaran hukum.
MUI dan Kepentingan Politik Rezim Demokrasi?
Tunggu opini berikutnya…