31.4 C
Bandar Lor
Rabu, November 29, 2023

Menuju Pemikiran Filsafat Idealisme G.W.F. Hegel

Idealisme merupakan cabang filsafat yang mekar pada abad ke-18 sampai 19 an. Ruang lingkup bangunnya sangat besar sampai-sampai setelahnya cukup susah untuk merobohkannya. Filsafat ini merupakan aliran yang cukup rumit karena membahas sesuatu yang sifatnya metafisik. Sesuatu tersebut tak terbatas pada apa saja melainkan termasuk apa saja yang dapat ditemukan oleh indra maupun rasio manusia. Cukup rumitnya filsafat ini tergambarkan oleh filsuf yang ada didalamnya, ia menganggap bahwa tidak ada yang faham mengenai pemikirannya, kecuali gan (murit dari filsuf itu sendiri) tapi sayangnya pemahaman itu pun tak sesuai dengan maksud filsuf tersebut. Kali ini kita akan mencoba membaca dan memahami sebagian mengenai bangunan filsafat ini. Pembahasan disini akan mengacu pada salah satu buku mashur yang ditulis oleh filsuf Indonesia zaman reformasi, F Budi Hardiman.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel merupakan salah satu filsuf yang berkaitan dengan pembahasan ini. Ia lahir di Jerman pada tahun 1170 dan meninggal pada tahun 1831. Karya Filsuf ini cukup banyak dan fenomenal sampai jauh mempengaruhi beberapa filsuf setelahnya. Karya karyanya sama dengan filsuf lainnya yang lahir dari analisa yang dilakukan atas kegelisahan yang dialaminya.

Baca Juga:  Cegah Radikalisme Dengan Pendidikan Karakter Berbasis Pancasila

Ia merupakan anak dari keluarga pegawai negeri sipil di Negaranya. Pada usia 18 tahun, Ia menjadi Mahasiswa di Universitas Tuebingen Jerman, disana dia berkenalan dengan dua orang sebayanya yang kelak juga akan menjadi filsuf besar. Dua orang itu adalah Schelling dan penyair Hoelderling.

Sampai pada Tahun 1801 Hegel akhirnya mengajar di Universitas Jena Jerman, disana ia bekerja bersama temanya Schelling untuk menyunting jurnal Filsafat. Karyanya yang terbit pada masa ini adalah Die Phanomenologie des Geistes (Fenomenologi Roh).

Minat awal Hegel dalam merumuskan filsafatnya adalah permasalahan mengenai teologi Kristen, yaitu untuk memulihkan kesatuan asali yang dianggapnya sudah lenyap pada saat itu. Perlu ditegaskan sebelumnya, bahwa Hegel merupakan filsuf yang simpatik dengan adanya Revolusi Prancis pada masa itu, jadi ia juga menentang sistem gereja yang sifatnya otoritatif. Namun menurutnya agama Kristen yang di sebarkan oleh pencerahan, yaitu agama Kristen yang rasional, dianggapnya malah membuat penganutnya tercerabut dari semangat kebudayaan Rakyat Jerman. Disini sebenarnya Hegel sedang mengidam-idamkan agama seperti masa Yunani Kuno, yang disebutnya sebagai Volklsreligion atau agama rakyat. Maksudnya adalah agama yang rasional namun tetap berakar pada semangat rakyat. Akan tetapi, Agama Yunani ini menurut Hegel kurang merenungkan moralitas, dan agama Kristen lah yang melengkapinya. Jadi ide normatif Hegel di sini adalah membuat agama yang totalitas etis, yang mencangkup kejeniusan dan semangat rakyat.

Baca Juga:  Banyak MABA yang terlambat, bagaimana tanggapan Mahasiswa baru lainnya?

Hal ini yang berusaha diurai Hegel dalam karyanya Die Positivtaet der christlichen Religion (Positivitas agama Kriste), kenapa agama Kristen menjadi agama yang rasional dan otoriter. Menurutnya agama Kristen yang totalitas etis merupakan ajaran agama yang terdapat pada masa perdananya. Saat itu, para penganutnya menghayati apa yang diyakininya lewat konsep kesusilaan. Namun, kemudian hari ketika agama Kristen dibawa dan disebarkan oleh para Rasul dan murid murid Kristus, penghayatan personal itu mulai diatur, sehingga menjadikan penganutnya terasing dari dirinya yang autentik. Disini lama kelamaan kebebasan berfikir lenyap oleh dogma-dogma yang makin lama makin banyak, yang dikeluarkan oleh gereja-gereja selanjutnya. Lalu Hegel disini mengatakan bahwa manusia saat ini sedang terasingkan, bahkan dengan ALLAH sendiri.

Baca Juga:  Kontemplasi Filsafat Ditengah Simtom Fikiran Pragmatis

Pemikiran Hegel diatas menggambarkan bahwa menurutnya hubungan antara manusia dan Allah pada dasarnya adalah hubungan satu kesatuan yang utuh. Tetapi dalam perealisasian sejarahnya, hubungan antara yang terbatas dan yang tak terbatas itu selalu mengalami problematika alienasi dan oposisi diantara keduanya. Lalu Hegel berusaha mengatasi problematika ini dan berusaha menemukan kembali kesatuan asali yang telah lenyap. Problematika ini diangkat menjadi tema sentral dalam filsafatnya dalam bentuk idealisme.

Mungkin Terlewat

Stay Connected

15,334FansSuka
1,332PengikutMengikuti
7,578PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Trending