23.2 C
Bandar Lor
Rabu, September 27, 2023

Dinamika Pendidikan Dalam Lingkaran Covid 19

Tulisan isi sebagai materi diskusi online yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Agama Islam Universitas Singaperbangsa Karawang. Yang disampaikan oleh Khozin Maulana selaku Presiden Mahasiswa dan Achmad Hidayatullah selaku Menwacsospolkam IAI Tribakti Kediri Periode 2019-2020.

Khozin Maulana & Ahmad Hidayat

 

Hinga sampai saat ini, di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia masih disibukkan tantangan menghadapi pandemik Covid-19, atau Coronavirus Disease 2019. Sesuai yang kita ketahui, dampak pandemik ini tidak hanya merambah pada persoalan sosial, budaya, maupun ekonomi saja, tapi juga pada penddikan kita. Khusus pada permasoalan penddikan, nantinya kita perlu untuk menilik bagaimana proporsi dampak maupun solusi yang ditawarkan.

Adanya pandemik ini di Idonesia, secara resmi disampaikan oleh Presiden Jokowi pada tanggal 2 Maret 2020. Secara singkat, untuk menantisipasi penyebaran virus ini, khusus pada pendidikan, DPR komisi X meminta kepada Kemendikbud untuk mengeluarkan surat edaran, dan disampaikan kepada Pemprov lalu ke Pemda dan seterusnya. Dan diterima baik oleh lembaga pendidikan baik sekolah, perguruan tinggi, maupun pondok pesanren.

Sederhananya, secara subtansi isi dari surat edaran dari pihak pemerintah adalah, memindah atau merubah model proses belajar mengajar yang awalnya dilakukan secara tatap muka diganti dengan daring yang dilakukan di rumah masing-masing. Pendek kata, dampak adanya covid 19 ini menjadikan terjadinya suatu upaya adaptasi baru yang semula dilakukan dengan model tatap muka berpindah pada model daring atau online.

Dipilihnya model daring atau online ini, dikarenakan -menurut kami- memang tidak ada model tawaran lagi yang lebih relevan untuk mengatasi kebutuhan penddikan kita. Di negara sebrang pun juga menjalankan hal demikian. Nantinya, perlu kita lihat dengan jeli bukanlah model online itu sendiri. Melainkan bagaimana model ini dapat berjalan dengan maksimal, dan faktor apa saja yang memperhambat perjalanan kegiatan belajar mengajar.

Sebelum kita lebih jauh merambah pada pembahasan, disini perlunya menghampiri terlebih dahulu apa itu pendidikan –yang sebenarnya dalam pengertian dan prakteknya bisa dikatakan rancu. Pendidikan –yang sebenarnya ini adalah pengertian pengajaran, merupakan suatu upaya transfer pengetahuan dari orang yang sudah mengetahui kepada seseorang yang belum mengetahui.

Baca Juga:  Inagurasi Dan Proyek Pembangunan

Disini dapat dilihat, secara nampak jelas tiga variabel primer dalam pendidikan, yaitu guru, murid, dan bahan ajar. Seandainya salah satu dari tiga variabel ini tidak terpenuhi, maka kegiatan itu tidak bisa dilakuka. Kalau seperti gedung, bangku, maupun papan tulis merupakan merupakan kebutuhan skunder yang ada dalam proses belajar mengajar. Sifatnya hanya saja untuk menunjah kenyamanan menjalankan pendidikan.

Pendek kata kami ingin mengatakan, model pembelajaran yang bersifat online sendiri bukanlah suatu permasalah dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini dikarenakan model online tidak keluar dari apa yang dinamakan proses belajar mengajar. Karena sistem online tidak langsung tatap muka, maka disini jelas dipelukan variabel ke empat yang berupa media. Sebelumnya sudah kami sadari, bahwa realitas yang ada di bangsa Indonesia sifatnya heterogen, termasuk fasilitas pendidikan di Indonesia yang belum merata.

Lantas, bagaimana dengan dalam pendidikan model online atas solusi 19 itu sendiri? Fokus yang dihadirkan bukan membicarakan permasalah teknis yang ada dalam pembelajaran online tersebut, seperti susah sinyal maupun tidak kenyamanan lainnya. Melainkan suatu permasalahan yang membicarakan penylewengan dari suatu proses belajar mengajar itu sendiri.

Kemarin, 10 Maret 2020 Komisi Perlindungan Anak Indonesia menerima 51 aduan atas model online ini. Dalam aduan tersebut setidaknya terdapat dua macam aduan yang menjadi permasalahan dalam kegiatan belajar mengajar tersebut. Yakni berupa tugas yang berlebihan dan waktu yang tidak menentu. Selain itu, juga tidak adanya solusi atas atas hambatan dari fasilitas.

Dalam pengaduan yang berbau tugas dan waku, seperti halnya contoh kelas III SD mendapatkan tugas sebanyak 40-50 butir soal, kelas VII SMP sebanyak 255 butuir soal dari pukul 07.00-17.00. Atas dasar ini, ada siswa yang sampai mengalami darah tinggi dan hipertensi karena banyaknya tugas disamping dengan memegang telfon genggam terus. Kelelahan seperti ini juga dapat menyebabkan imunitas tubuh menjadi rendah. Padahal, imunitas tubuh yang baik dapat menangkal virus covid 19 tersebut.

Baca Juga:  Toleransi Untuk Mempersatukan Bangsa

Sebenarnya, Kemendikbud sendiri sudah memberikan panduan mengenai bagaimana cara yang efektif untuk memberikan pelajaran online di rumah. Dengan web-nya guruberbagi.kemendikbud.go.ig, Kemendikbud memberikan pilihan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran yang sesuai, Buku Bacaan, dan juga Aksi. Selain menawarkan, web ini juga menjadi media untuk berbagi inovasi dari tida komponen terebut.

Akan tetapi secara fakta di lapangan masih saja ada yang tidak menjalankan proses kegiatan mengajar sesuai yang dianjurkan oleh Kemendikbud. Seakan-akan, istilah belajar di rumah menjadi tugas mengerjakan di rumah. Hal ini jelas karena siswa disibukkan dengan begitu banyaknya tugas yang mereka terima.

Permasalahan di atas sebenarnya tidak hanya menjangkit pada tingkat sekolahan saja, melainkan juga peguruan tinggi. Aka tetapi, seharusnya permasalahan ini harus selesai pada tingkat kesadaran masing-masing. Maksudnya budaya kritis pada diri sendiri harus dibangung sejak dini, dan direalisasikan jika ada persoalan. Kecil contoh mengajukan usul dan memobilisasi yang lainnya supaya apa yang dicita-cita kan bisa terpenuhi.

Sesuai yang sudah kita ketahui bersama, bahwa mahasiswa lah yang menjadi rantai terdekat –selain pihak yang berwenang- untuk menciptakan suatu perubahan. Hal ini bisa dibuktikan oleh penulis sendiri –bukan berarti kami membanggakan diri sendiri dengan menganggap tidak ada kekurangan, karena penulis statusnya juga merupakan mahasiswa.

Gambar Ini Diambil Dari Google
Gambar Ini Diambil Dari Google

Hal yang juga perlu penulis tekankan di sini adalah, perlu diketahui bahwasanya kelas -dalam tingkat mahasiswa- jika didefinisikan sebagi tempat untuk belajar, menurut penulis kurang tepat. Lebih tepat jika didefinisikan sebagai tempat pertarungan pengetahuan.

Kita belajar di luar kelas, lalu ditawarkan pada kelas dan nantinya akan diverifikasi oleh dosen yang mengampu. Jika melihat kepada bapak guru bangsa, Gus Dur, beliau ketika kuliah di Mesir lebih disibukkan untuk membaca buku di perpustakaan.

Baca Juga:  Bantuan Kedua Bencana Pasigala, Wujud Kepedulian TRIBAKTI Dan Al-Hikam Terhadap Korban Gempa, Tsunami Dan Likuifaksi

Kembali lagi kepada lembaga pendidikan. Tidak hanya sekolah maupun perguruan tinggi, pondok pesantren pun juga menerima dampak tersebut. Akan tetapi, yang menarik dari pondok pesantren –menurut penulis- adanya independensi kemerdekaan sistem dalam proses belajar yang dijalankan.

Hal ini bukan berarti pesantren tidak mempunyai strategi pencegahan, hanya saja yang dilakukan tidak meliburkan sanrtrinya, melainkan mencegah santri supaya tidak keluar. Tentunya hal tersebut yang dilakukan oleh pesantren untuk mencegah supaya tidak terjadi penularan.

Berbeda dengan para siswa yang berada di sekolah, karena tempat belajar dan juga tempat untuk istirahat –rumah- terdapat jarak, sehingga terdapat jarak tempuh yang didalamnya tidak menutup kemungkinan terjadi interaksi yang dapat menularkan virus, maka harus ditentukan pilihan untuk menempati satu posisi saja, yaitu yang dipilih rumah.

Karena pondok pesantren tempat belajar dan istirahat masih setempat, maka kebimbangan yang dialami oleh lembaga pendidikan sekolah maupun perguruan tinggi tinggi tidak dirasakan oleh pondok pesantren. Mungkin saja, pesantren mengalami was-was sehingga membuat kebijakan untuk mencegah penularan virus tersebut.

Seperti ketika sudah masuk pada liburan, semua santri dianjurkan untuk kembali kerumah masing-masing dengan mengikuti protokol kesehatan. Dan ketika kembali ke pesantren untuk mengikuti kegiatan pengajian ramadhan, santri harus mempunyai surat keterangan sehat, dan pengajian ramadhan hanya dikhususkan untuk santri pesantren setempat, tidak membuka untuk luar.

Disini setidaknya dari tiga lembaga pendidikan tersebut yang tidak begitu heboh menjalankan sistem kegiatan belajar mengajar hanya pondok pesantren. Mungkin juga ada di salah satu pesantren ketika pengajian ramadhan menggunakan sistem online, tapi juga tidak serentak.

Artkel ini telah di terbitkan di  https://merangkulbumimemandanglangit.wordpress.com

 

Writed By: Ahmad Hidayatullah (Dewan Redaktur LP2M Corong)

Editor by: Rohimin

 

Mungkin Terlewat

Stay Connected

15,334FansSuka
1,332PengikutMengikuti
7,578PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Trending