35.3 C
Bandar Lor
Selasa, September 26, 2023

Bekal bagi Sang Pendidik

Suatu kehidupan bermasyarakat, tak akan bisa lepas dengan yang namanya pendidikan. Pendidikan selalu hadir dalam sendi-sendi masyarakat, sehingga tingkah laku maupun perubahan sosial yang terjadi di masyarakat sangat terpengaruh dengan pendidikan yang diperoleh masyarakat setempat.

Meskipun pendidikan sangat berpengaruh dalam perubahan sosial, bukan berarti terjadinya perubahan sosial hanya dipikul hanya pendidikan. Bagi Freire, pendidikan bukanlah kunci semata untuk mengubah dunia. Akan tetapi, suatu transformasi dunia juga merupakan tugas pendidikan (Freire, 2011:119).

Terjadinya perubahan masyarakat ke arah yang lebih baik, jelas tidak akan bisa tercapai jika hanya diemban oleh salah satu pihak. Perubahan akan tercapai, jika terdapat kerjasama dari berbagai kalangan elemen masyarakat. Baik dari kalangan sosiolog, ekonom, agamawan, pendidik, politikus maupun yang lainnya.

Dari perpetaan fokus dan keahlian tersebut, seorang pendidik tentunya juga merupakan elemen yang urgen dalam kehidupan masyarakat. Tugas utama seorang pendidik adalah mencerdaskan dan menyadarkan masyarakat untuk berpengetahuan. Tidak hanya cukup disitu saja, melainkan juga mengarahkan mau dibawa kemana pengetahuan dan kecerdasan seorang siswa yang diajar. Apakah akan kembali kepada kepentingan pribadi, atau menuju ke kepentingan umum?

Baca Juga:  Komisariat Tribakti Bedah Buku Kritik Ideologi Radikal

Di sini, Faulo Freire lalu menyinggung mengenai keperluan fundamen bagi para pendidik. Seorang pendidik harus mendapatkan pendidikan lanjutan secara permanen. Pendidikan lanjutan ini tanpa adanya manipulasi ideologi, dan selalu memperjelas orientasi progresif politik pemerintahan masyarakat setempat (2011:30).

Untuk ungkapan Paulo Freire di atas, kita coba untuk menggali subtansi apa yang terpendam di dalamnya. Titik akhir substansi ini bahwasanya seorang pendidik harus mempunyai ideologi dan orientasi pengajarannya yang jelas. Hal ini terlepas dari apakan dalam menempuh pendidikan lanjut sudah menjadi seorang pendidik atau masih menjadi calon pendidik.

Sedangkan di Indonesia, dimana calon pendidik sebelum menjadi pendidik harus belajar kurang lebih selama empat tahun terlebih duhulu. Akan tetapi, dalam pendidikan lanjutan di Indonesia, calon pendidik masih sangat kurang mengenai pembekalan asupan intelektual. Hal ini bisa dilihat bahwa calon pendidik hanya disibukkan sebatas bagaimana teknis dalam pengajaran terhadap siswa. Seperti halnya metode pembelajaran, model, desain dan lainnya sebagainya.

Sifat teknis seperti ini bukan berarti tidak penting, hanya saja, hal yang bersifat suprastruktur juga tidak kalah penting dengan hal yang bersifat infrastruktur seperti di atas. Hal ini dikarenakan bangunan suprastruktur merupakan landasan yang fundamental untuk terjadinya proses belajar mengajar.

Baca Juga:  Benih-benih Pendekar Pena Mulai Bermunculan

Bangunan suprastruktur, akan terpenuhi jika seorang pendidik mempelajari materi-materi yang bersinggungan dengan ideologi dan orientasi pengajaran. Baik itu berupa filsafat, gender, HAM, agraria maupun yang lainnya. Dengan mempelajari materi tersebut, seorang pendidik dapat membaca fakta yang terjadi di masyarakat dan akan tumbuh rasa empati untuk menghapus segala macam ketidakadilan yang terjadi di masyarakat.

Akan tetapi, sesuai yang terjadi pada umumnya, bahwa kampus hanya memberikan materi filsafat saja terhadap calon pendidik. Itu pun cuma filsafat Yunani, Islam, dan modern yang berfokus pada filsafat ilmu dalam pemikiran modern. Materi lain yang lebih fokus terhadap permasalahan-permasalahan sosial tidak ada.

Supaya tidak terjadi tafsir yang salah faham, mempelajari cabang ilmu bukanlah fokus utama menjadi seorang pendidik, melainkan sebagai penambahan perspektif dalam membaca realitas sosial yang dapat dihubungkan dengan pendidikan.

Seorang pendidik, jika mempelajari cabang ilmu kritis yang berhubungan sosial, akan terdapat dua implikasi atas upaya tersebut. Diantara yang pertama adalah seorang pendidik dapat mengetahui apakah dalam pengajaran yang diberikan akan mengalami kegagalan dalam mengajar atau bukan. Mengenai mau menghindari atau bukan, itu diserahkan kembali kepada seorang pendidik tersebut.

Baca Juga:  Hikmah Dibalik Kontroversi Kata Kafir vs Mawāṭīn

Salah satu contoh yang sering terjadi adalah sekolah SMK yang jurusan pemasaran. Sekolah ini mempunyai program dimana siswanya diwajibkan untuk menjual barang dari sekolahan, dan hasil dari penjualan ini akan masuk dalam penilaian siswa. Akibatnya, banyak siswa yang terpaksa menjual kepada kerabat sendiri dengan rayuan yang luar biasa, dan bahkan membeli barang itu sendiri.

Contoh di atas merupakan salah satu contoh dimana sekolahan secara  sadar atau tidak sadar sedang menjalankan sistem kapitalis yang mencekam siswanya sendiri.

Untuk yang kedua, implikasi ini mengarah ke peserta didik itu sendiri. Maksudnya, seorang pendidik jika sudah mengetahui bagaimana realita yang terjadi di masyarakat, dengan kesadaran, dalam pengajaran berusaha menjadikan siswanya menjadi orang yang emansipatoris.

Seperti halnya para pahlawan guru bangsa zaman penjajahan. Mereka dalam pengajarannya selain memberikan pengetahuan, tapi juga menanamkan emansipasi untuk kemerdekaan.

Mungkin Terlewat

Stay Connected

15,334FansSuka
1,332PengikutMengikuti
7,578PelangganBerlangganan
- Advertisement -spot_img

Trending